Lapak Tutorial

Tempat Belajar yang Menyenangkan

Archive for the ‘My Opinion’ Category

Keterbukaan Vs Kemandirian Ekonomi

Posted by simpaikeramat01 on December 25, 2008

Berdasarkan teori keunggulan kompetitif Hecksher-Ohlin dan buku Adam Smith “Wealth of Nations”, tingkat keterbukaan ekonomi dari suatu negara akan berpengaruh positif pada pertumbuhan ekonomi negara tersebut. Dengan keterbukaan ekonomi, suatu negara dapat meningkatkan efisiensi dan volume produksinya. Negara tersebut dapat fokus pada produksi barang-barang yang memiliki keunggulan kompetitif dan mengimpor produk-produk lainnya yang membutuhkan biaya lebih tinggi bila diproduksi sendiri. Hal ini pada akhirnya akan meningkatkan Gross Domestic Product negara tersebut yang tentunya akan berpengaruh pada pertumbuhan ekonominya. Selain itu, keterbukaan ekonomi akan mendorong masuknya aliran modal dan transfer teknologi di negara tersebut. Tingkat keterbukaan ekonomi suatu negara dapat dilihat dari dua sisi. Yaitu sisi perdagangan melalui volume perdagangan internasionalnya dan sisi keuangan melalui perputaran modal asing di negara tersebut. Sementara pertumbuhan ekonomi dapat dilihat dari Gross Domestic Product- nya.

Walaupun teori ini telah diterima secara umum, namun pada kenyataan “tingkat keterbukaan ekonomi tidak selalu berbanding lurus terhadap pertumbuhan ekonomi suatu negara”. Pada beberapa kasus, keterbukaan ekonomi malah berpengaruh negatif. Berdasarkan penelitian dari Iskandar Simorangkir dengan judul “The Openness And Its Impact To Indonesian Economy : A Structural Var Approach” yang diterbitkan buletin Ekonomi dan Moneter Bank Indonesia, Januari 2008. Dijelaskan bahwa kebijakan keterbukaan ekonomi di Indonesia pada periode tahun 1980 – 2005 menunjukkan pengaruh negatif terhadap output produksi (GDP) negara ini. Dari sisi perdagangan, efisiensi dan peningkatan produksi tidak dapat tercapai karena produk kita kalah bersaing dengan produk asing. Sementara dari sisi keuangan, aliran masuk modal ke dalam negeri lebih kecil dari modal yang ditarik ke luar negeri. Data neraca pembayaran menunjukkan bahwa selama periode 1973-1990 nilai kumulatif arus masuk investasi asing sebesar US$ 5,775 juta telah diiringi dengan nilai kumulatif keuntungan investasi asing yang direpatriasi ke luar negeri sebesar US$ 58,839 juta (IMF, Balance of Payments Year Book, berbagai tahun). Ini berarti setiap US$ 1 investasi asing yang masuk telah diikuti dengan US$ 10.19 financial resources yang keluar (Sritua Anief, 1993). Kendatipun perbandingan antara penanaman investasi asing langsung dengan keuntungan yang diangkut dan Indonesia sedikit menurun sesudah tahun 1990, akan tetapi ini telah diikuti dengan meningkatnya investasi portfolio sehingga repatriasi keuntungan pihak asing yang diangkut dari Indonesia tetap menjadi penyebab utama defisit perkiraan berjalan dalam neraca pembayaran.

Pandangan strukturalistik yang diungkapkan oleh John Kenneth Galbraith, kiranya baik untuk mengawali titik-tolak tentang kelemahan keterbukaan ekonomi – yang sering disebut sebagai ekonomi pasar. Galbraith menyatakan bahwa internasionalisasi modal, produksi dan perdagangan yang bebas sebagai wujud utama dari globalisasi, akan menimbulkan pemberdayaan ekonomi dan politik (empowerment) hanya bagi kalangan ekonomi yang mampu. Sementara korbannya adalah golongan kelas bawah yang tidak mampu bersaing. Mekanisme ekonomi ini terbukti tidak dapat menjaga kepentingan mereka yang lemah daya belinya.

Bagi bangsa Indonesia, keterbukaan ekonomi sebagai akibat ekonomi pasar ini membuat ekonomi Indonesia makin terpuruk. Kita kalah bersaing dan akibatnya kita menjadi korban dari system ini. Menurut Ichsanudin Noorsy, ekonomi kita telah terjajah. Indikatornya dapat dilihat dari empat titik, yaitu :

1. Kepemilikan sumberdaya, produksi, dan distribusi

Dimana sumber daya tambang kita telah dikuasai asing. Sementara produsen dan distributor barang dan jasa primer dan sekunder juga sama. Ukurannya terlihat pada banyaknya jumlah perusahaan asing dari 200 korporasi besar di Indonesia, yakni sekitar 70%.

2. Pemenuhan kebutuhan sektor pangan, energi, keuangan, dan infrastuktur –

Ketergantungan Indonesia yang besar pada impor energi (minyak mentah dan olahannya), impor bahan pangan, ketergantungan pada modal asing dan dominannya asing di sektor keuangan (bank, asuransi, jumlah dana di pasar modal dan perusahaan sekuritas), dan dominannya asing dalam memiliki, membangun, dan mengelola proyek infrastruktur (enerji, telekomunikasi dan transportasi).

3. Kemerdekaan dan kebebasan mengambil kebijakan ekonomi dan terlepas dari pengaruh penguasa ekonomi dunia

Kebijakan ekonomi Indonesia yang diterapkan sejak liberalisasi perbankan Juni 1983 dan Oktober 1988 sebenarnya bersumber dari “anjuran” IMF, Bank Dunia, ADB, dan negara-negara kreditur. Hal ini tercermin pada beberapa UU yang dibuat dengan “naskah akademik” dari lembaga dunia tersebut. UU Kelistrikan, UU Migas, UU Sumberdaya Air, UU BUMN, UU Keuangan Negara, UU Lembaga Penjaminan Simpanan merupakan beberapa contohnya.

4. Sumber pendanaan APBN dan alokasinya dalam memberikan hak-hak ekonomi sosial budaya.

Dana APBN kita tergantung pada model neoliberal yang ditandai dengan penguasaan modal asing pada pasar modal, SUN, privatisasi dan utang luar negeri- yang meningkat. Sementara alokasinya tidak mampu memenuhi hak-hak rakyat atas pendidikan, kesehatan, perumahan, pekerjaan, dan layanan publik yang baik. Sebagai akibat terlalu besarnya porsi APBN yang digunakan untuk melunasi hutang negara ini.

Sebagai tindak lanjut permasalahan di atas, memang sudah seharusnya kita membangun kekuatan nasional untuk memperoleh kemandirian demi menyelamatkan kemerdekaan, kedaulatan dan kemandirian bangsa ini. Sehingga dengan demikian, ketergantungan yang permanen pada masyarakat internasional dapat dihindarkan. Kemandirian bukanlah pengucilan diri, kemandirian bisa dalam ujud dinamiknya, yaitu interdependensi. Menurut Bung Hatta, “Kemandirian bermakna dapat menentukan nasib diri sendiri, menentukan sendiri apa yang terbaik bagi kepentingan nasional, tanpa mengabaikan tanggung jawab global.” Jalan pertama yang cukup fundamental dalam mendorong kemandirian ekonomi dapat dilakukan dengan melindungi sumber-sumber ekonomi bangsa kita sendiri. Oleh karena itu, marilah kita mulai mencintai, memakai, dan melindungi produk lokal Indonesia dari serbuan barang-barang impor. Bagaimana mungkin petani Indonesia bisa mencapai tingkat sejahtera, jika hasil buminya masih selalu dinomor duakan. Pasar konsumen, baik yang tradisional maupun modern selalu dijejali dengan barang-barang impor. Makin kesini, dengan alasan stok nasional menyusut, beras lokal pun harus terengah-engah melawan beras murah yang didatangkan dengan gontai dari Thailand, Vietnam dan China.

Posted in My Opinion | Leave a Comment »